Pantai Klayar |
Akibat bentroknya jadwal kerja dan kuliah yang masing-masing
dialami oleh kami, semula rencana eksplore kota kelahiran mantan Presiden SBY
yang dijadwalkan pertengahan Februari diundur menjadi akhir Mei. Bagusnya
peserta bertambah lagi empat orang yang semuanya berasal dari kelas yang sama
sedari Sekolah Menengah Kejuruan. Total 10 orang berangkat untuk melanjutkan
petualangan menyusuri jalan pesisir laut selatan. Tujuan pertama seperti biasa
yaitu stasiun Lempuyangan Jogjakarta, kami tiba pagi hari sesuai jadwal dan selesai
sarapan lekas bergegas menuju Pacitan melalui jalur Wonosari.
Memasuki Kota Pacitan |
Pada
waktu itu demam batu akik masih melanda Indonesia, dan yang saya temui ketika
mulai memasuki wilayah perbatasan Jawa Tengah dengan Jawa Timur ini tidak lain
adalah banyaknya pedagang batu akik. Mulai dari pedagang pinggir jalan sampai
kios bahkan lumayan banyak rumah-rumah pribadi disana memasang spanduk banner
bergambar batu berwarna merah, kuning dll yang khas dari alam Pacitan.
Dua
malam yang kami punya untuk menyusuri kota di pesisir selatan pulau Jawa ini
nampaknya tidak cukup karena lokasi masing-masing tempat wisata berjauhan satu
sama lain. Jadi tidak banyak tempat yang bisa didatangi, hanya beberapa tempat saja
yang kami kira jarak tempuhnya tidak terlalu memakan waktu.
Goa
Gong
Goa Gong |
Tujuan
pertama saya dan sembilan orang teman saya, goa yang terkenal karena
keindahannya merupakan yang terbaik se-Asia Tenggara. Panorama stalakmit dan
stalaktit yang ditemui didalam goa ini memang luar biasa, ditambah lagi
pemasangan lampu berwarna-warni yang menghiasi ruang dalam goa ini. Kira-kira
sekitar 250m panjang goa ini dan menghabiskan waktu sekitar 1 jam selama saya
menyusurinya. Sayangnya waktu itu sedang musim
liburan jadi pengunjung sedang membludak, suasana didalam goa pun
menjadi sesak karena masing-masing pengunjung berebut oksigen selama didalam.
Goa
Tabuhan
Tempat Mentas Gamelan |
Kalo denger berita katanya ada goa yang bisa berbunyi gamelan, ini goa nya yaitu goa Tabuhan. Tidak jauh dari goa Gong, goa ini memiliki ciri khas ketika stalakmit atau stalaktitnya dipukul akan mengeluarkan bunyi seperti salah satu alat music yang terdapat di gamelan. Kebetulan saat saya masuk pertunjukkannya sedang dimainkan, rupanya ada seorang perempuan yang menyanyi, seorang bapak yang sedang memainkan gendang dan dua orang bapak-bapak sedang mengetuk/memukul stalakmit yang ada dilangit-langit goa sambil berdiri. Jadi dari situ saya baru tahu ternyata seperti itu bunyi gamelannya. Masuk lagi ke bagian dalam goa kami tidak bisa lagi berjalan melainkan dengan berjalan jongkok mengendap-endap di bawah. Dan bagian terdalam goa ini terdapat seperti ruangan yang kata pengurus goa ini dulunya adalah tempat bertapa seorang Kyai. Entah kenapa suasananya agak sedikit berbeda ketika kami disana, jadi saya memutuskan untuk tidak berlama-lama didalam lalu keluar goa untuk menghirup udara segar dibawah pohon beringin raksasa didepan goa Tabuhan.
Bagian Depan Goa Tabuhan |
Pantai
Teleng Ria
Suasana Sore di Teleng Ria |
Sudah semakin sore akhirnya kami lanjut ke tempat dimana kami bisa tidur malam ini. Pantai Teleng Ria adalah pantai yang paling dekat dengan pusat kota Pacitan, jadi banyak orang yang datang kemari apalagi diakhir pekan. Tak pakai waktu lama kami langsung mendirikan tenda ditepi pantai saat kami tiba, hari sudah mulai gelap sore itu. Ehhmm sekilas belum ada yang luar biasa dari pantai ini, mungkin salah satunya karena banyaknya sampah yang mengotori area pantai saat saya dan teman-teman datang. Tapi yang paling penting kami bisa bermalam disini.
Bangun Pagi |
Sungai
Maron & Pantai Ngiroboyo
Diatas Perahu Nelayan |
Keadaan Tepi Sungai Maron |
Ini
adalah salah satu paket perjalanan yang mesti dilakukan ketika berada di
Pacitan. Mengarungi keindahan sisi-sisi sungai Maron dan sambil melihat
kehidupan para petani didesa itu melakukan aktivitas sehari-harinya dari kapal
nelayan. Lalu berenang dimuara air sungai jernih dipantai Ngiroboyo, karena
jika berenang di pantainya dilarang mengingat deras ombak pantainya.
Muara Sungai Maron |
Pantai Ngiroboyo |
Pantai
Klayar
Batuan Pantai Klayar |
Saya
benar-benar takjub begitu sampai di pantai Klayar. Belum pernah saya lihat batu
yang sangat besar dan menyerupai Sphinx dari Mesir ada disini di Indonesia.
Suara ombak pecah yang nyaring dibibir pantai juga menambah suasana yang
spektakuler disana. Pantai ini terbagi dua bagian, Klayar I yangberada didekat
pintu masuk dan Klayar II yang berada diujung garis pantai. Ada salah satu lagi
yang unik dari Klayar, didekat bebatuan yang menyerupai Sphinx terdapat
fenomena alam air memancur dari lubang kecil himpitan batu-batu karang dan saat
memancur keatas dibarengi dengan suara seperti orang meniup peluit.
Diatas Pasir Klayar |
Pantai
Banyutibo
Pantai Banyutibo |
Lanjut lagi ke tujuan akhir dari seri jalan-jalan ke Pacitan. Kami menuju pantai Banyutibo yang terkenal akan air terjunnya yang berair tawar dan jatuh dibibir pantai dimana langsung bertemu air laut. Saat kami kesana terlihat jelas kalau pantai ini masih belum terlalu lama dibuka, karena ada banyak bangunan setengah jadi dibagian atas pantai Banyutibo. Setelah kami berdiskusi dengan pengurus pantai setempat kami diberikan spot mendirikan tenda yang cukup menantang buat saya, ditepi tebing yang dibawahnya langsung terlihat jelas laut. Dari situ jika saya melihat laut yang ada didepan dengan jarak sekitar 500m terdapat seperti lubang didalam air, setiap ombak yang datang selalu terlihat ada air yang masuk kelubang itu. Karena ditepi tebing itu tidak ada pengunjung lain selain kami dan seorang bapak pengurus pantai yang sedang membangun kamar mandi. Pantai ini justru malah semakin mengeluarkan suasana atau semacam sensanyinya sore itu. Hening dan tenang, hanya suara angin dan ombak dari bawah yang terdengar bergemuruh dari tempat saya beristirahat. Oiya sekitar dua ratus meter dari Banyutibo terdapat satu pantai lagi yang bernama pantai Pekijingan, begitu namanya kata bapak yang sedang membangun toilet baru didekat tempat ngecamp kami. Diantara dua pantai ini terdapat jalan selebar 1,5m yang menghubungkan keduanya. Dan pada titik tertinggi jalannya saya jadikan tempat ngobrol dengan tiga orang teman saya pada malam itu, semenjak itulah titik di pantai Banyutibo ini jadi spot favorit saya kalo saja saya datang lagi kesini.
Spot Ngecamp |
Pantai
Nglambor
Pantai Nglambor |
Perjalanan
pulang kami berbeda dengan saat berangkat menuju Pacitan, ternyata ada jalan
yang lebih dekat ke pesisir pantai. Setelah menembus perbatasan Jatim-Jateng
munculah plang nama pantai Wediombo, tapi kami lanjut terus dan teman-teman
ternyata lebih memilih mampir lagi sebentar ke pantai Nglambor yang menurut
bayangan kami masih sepi seperti tujuh bulan lalu saat terakhir kesini. Begitu
tiba semuanya sudah berubah begitu cepatnya, jalan sudah diperbaiki, ada
beberapa rumah baru dibagian atas pantai, dan juga suara petugas pengelola yang
keluar nyaring dari speaker sedang memberi instruksi untuk pengunjung yang akan
melakukan snorkeling. Tidak lama disini kemudian kami memilih pantai Kukup
untuk makan siang sebelum menuju stasiun untuk balik ke Jakarta.